https://platofootnote.wordpress.com/2017/04/17/no-top-down-or-bottom-up-causality/ |
oleh: Mahdiya AzZahra
.
In the name of Lord who is a hidden treasure
Praise be upon him who brings the religion of love
Praise be upon Al Imam Al Hussain, against tyranny and arrogance
.
Kausalitas, sebagaimana yang telah kita ketahui adalah hubungan sebab akibat. Kausalitas melibatkan epistemologi dalam proses dan pembuktiannya. Pusat dari epistemologi adalah jiwa, dan kualitas jiwa adalah imajinasi. Sifat jiwa adalah menerima, jiwa akan mempersepsi alam, kemudian mengkonsepsikan, kemudian jiwa akan mengirim imajinasinya ke akal, jiwa akan menerima dari Akal Aktif yang kemudian diaktualkan di alam. Kausalitas adalah mengaktualkan yang ada dalam imajinasi jiwa ke alam. Imajinasi jiwa berasal dari Akal Aktif.
.
Jiwa adalah penghubung alam dengan akal. Alam dan akal adalah eksistensi dengan sifat yang bertolak belakang. Alam memiliki sifat kemungkinan yang artinya akan senantiasa berubah dan memiliki kebetulan-kebetulan relatif, sedang akal adalah satu keniscayaan. Apa yang ada di akal ada satu kepastian yang tidak akan berubah, namun alam selalu berubah, disinilah peran jiwa dalam menghubungkan keduanya. Jiwa yang dibantu dengan kausalitas mencoba mengaitkan antara yang sudah niscaya dengan kemungkinan. Jiwa sebagai penghubung memiliki kekuatan imajinasi, imajinasi adalah secercah harapan dari satu ketidakmungkinan menuju kemungkinan dan menuju kepastian. Kausalitas memerlukan bukti dan bukti hanya bisa didapatkan di alam.
.
Kualitas dari jiwa adalah mengaktual dalam sebuah pembuktian konsep. Jika indra mempersepsi satu kejadian di alam, jiwa menangkap persepsi itu dan mengikatnya dalam bentuk imaji, imaji kemudian dikirimkan ke akal. Darisinilah akal menangkap hubungan dari sebab akibat suatu kejadian di alam. Akal menangkap sesuatu yang tidak dapat dipersepsi oleh indra yaitu hubungan. Dalam kausalitas terdapat tiga eksistensi, sebab, akibat, dan hubungan itu sendiri. Hubungan menghubungkan sebab dan akibat. Hubungan ini tidak empiris, tidak dapat diindra. Hubungan ini bisa ditangkap oleh sesuatu yang non empiris pula yaitu akal. Akal yang menangkap hubungan akan menurunkannya pada imaji jiwa.
Maka kualitas jiwa adalah penyingkapan, ia melihat yang tak terlihat, ia menyingkap yang tersembunyi.
.
wallahu alam bi shawab
Komentar
Posting Komentar