Langsung ke konten utama

Kata Tuhan (Batasan Menuju Keraguan)

https://www.youtube.com/watch?v=DhjoU5KgP90

Bismillahirrahmanirrahim
Allahumma shalli ala Muhammad wa ali Muhammad
Pembahasan tentang Tuhan diawali dengan pembahasan tentang wujud atau keberadaan. Mari kita singkirkan terlebih dahulu kata Tuhan. Wujud berarti ADA. Segala sesuatu di alam ini ADA. Manusia, hewan, tumbuhan, planet, galaksi, bintang, samudra, gunung, semuanya ADA. Keberadaan segala sesuatu di alam ini adalah mutlak dan kita terima secara hudhuri (tanpa konsepsi). Maka wujud atau ADA adalah ADA, dan tidak mungkin tidak ada itu ADA. Karena TIDAK ADA tidak memiliki realitas di alam.
ADA hanya satu. Tidak ada ADA setelah ADA. Tidak ada ADA 1, ADA 2, ADA 3. Yang ada hanya ADA. Maka ADA ini mutlak dan satu. Segala sesuatu di alam ini mulanya hanya ada ADA. Tidak ada manusia, hewan, tumbuhan, dan sebagainya. Kemudian ADA ini mengambil sebagian dirinya dan memberinya bentuk. Bentuk inilah yang disebut Mahiyah atau APA. Sehingga terbentuklah manusia, hewan, tumbuhan yang  bermula dari ADA dan oleh ADA itu sendiri diberi bentuk hingga terlihatlah mahiyah atau keapaan dari ADA itu sendiri. ADA sebagai manusia, ADA sebagai hewan, ADA sebagai tumbuhan. Dalam ADAnya manusia, hewan, tumbuhan adalah sama ADAnya yang membedakan hanyalah mahiyah atau APA nya.
Analogi wujud atau ADA seperti tanah liat sebagaimana tulisan saya yang berjudul “Kebergantungan pada Keberadaan.” Bahwa tanah liat dapat diberi bentuk sebagai kuali, piring, gelas, vas bunga, dsb. Sebelum dibentuk tanah liat adalah tanah liat yang tidak dapat dipersepsi berdasarkan fungsinya. Setelah diberi bentuk, tanah liat itu dapat dipersepsi sebagai kuali, piring, gelas, dsb. Bentuk kuali, piring, gelas, adalah mahiyah atau keapaan dari tanah liat. Sedangkan tanah liat bagaikan wujud dalam kuali, piring, dan gelas. Meskipun bentuknya sebagai kuali namun tanah liat adalah bahan utama (mendasar) dari kuali tersebut. Tanpa tanah liat kuali tidak akan ada. Sifat tanah liat juga melekat dalam diri kuali itu sendiri meskipun ia memiliki bentuk yang berbeda dari tanah liat.
Maka begitu juga dengan ADA. Alam ini berawal dari ADA. Kemudian ADA ini terbagi-bagi dan memilki bentuk sebagai realitas yang kita persepsi. Manusia, hewan, tumbuhan adalah ADA, dan tidak akan ada bentuk manusia tanpa didasari oleh ADA. Sifat dari ADA pun akan melekat pada manusia, atau dengan kata lain sifat ADA termanifestasi dalam diri manusia. Kemudian siapakah yang memberi bentuk manusia, hewan, dsb? Pemberi bentuk atau yang menggerakkan ADA untuk memiliki mahiyah adalah ADA itu sendiri.
Dengan demikian kita dengan mudah menerima bahwa alam ini ADA. Dan bahwa dalam segala sesuatu itu terdapat ADA yang menjadi dasar dari sesuatu. Mengakui adanya ADA tidak menjadi perdebatan bagi semua kalangan karena ADA memang niscaya ADA. Sebagaimana kita mengakui diri kita ADA.
ADA inilah yang kemudian sering disebut dengan Tuhan. Masalah muncul ketika terdapat kata Tuhan. Ketika mendengar kata Tuhan, tentu pikiran kita akan mengarah pada pertanyaan-pertanyaan. Apakah Tuhan itu? Siapakah Tuhan? Seperti apakah Tuhan? Ia berjalan, melata, atau terbang? Ia seperti manusia atau seperti hewan? Hidup kah? Sejenis planet atau bintang? Tinggal di galaksi mana? Atau malah ia adalah alien? Ketika mendengar sebuah kata kita akan senantiasa mengonsepkan kata tersebut dengan pertanyaan-pertanyaan. Maka kata Tuhan ini hanyalah menimbulkan suatu perdebatan dan sulit diterima bahwa Tuhan ini ADA di alam karena Tuhan dianggap sebagai non materi (tidak memiliki mahiyah atau keapaan).
Maka penggunaan kata Tuhan bagai suatu perjalanan yang akan mengantarkan kita pada keraguan. Kata Tuhan hanyalah mahiyah yang membatasi ADA. Padahal ADA tidak terbatas karena ADA meliputi segala sesuatu di alam. Kata Tuhan membuat kita berasumsi dan berdebat, karena kita sulit menerima ADAnya Tuhan. Sedangkan ADA secara hudhuri dapat kita terima bahwa ADA itu ADA di alam. Meskipun demikian, kata Tuhan membantu kita untuk menyebut ADA, namun kata Tuhan juga menambah keraguan kita.
Wallahu ‘alam bi shawab.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Malas, sudut pandang Kimia

Memang malas bisa dipelajari dari kimia? Jawabannya Ya. Tentu bisa.  Kenapa bisa begitu?  Karena manusia sendiri adalah makhluk kimia. Coba kita bedah badan kita, dari yang paling umum deh. Kita hidup butuh bernafas, nah yang kita hirup itu oksigen (O2). Senyawa kimia kan? kemudian ketika oksigen masuk ke dalam tubuh siapa yang mengikat oksigen? Darah. Iya darah. Darah itu apa sih? Kok bisa mengikat oksigen? Tentu saja darah itu senyawa kimia Struktur darah merah (sumber:sigmaaldrich.com) Nah itu baru darah. Belum yang lainnya, misal di dalam tubuh kita ada enzim.  Kalau buka kamus enzim itu biokatalisator. Katalis sendiri adalah senyawa yang berfungsi untuk mempercepat suatu reaksi, atau isitilah kerennya menurunkan energi aktivasi.  Gak perlu dijelaskan apa itu energi aktivasi karena ini bukan kuliah tentang reaksi kimia ya. Nah terus enzim itu sebenarnya apa sih kok bisa mempercepat reaksi. Enzim itu suatu protein. Protein itu setau kita kan nutrisi tub

Kenali Musuhmu

Haram Sayyidah Fathimah Al Maksumah Zhareeh Imam Khomeini Benarkah kita Husseiniyyah? Refleksi Asyura Oleh:  Mahdiya AzZahra . Bismillahirrahmanirrahim Allahumma shalli ala Muhammad wa ali Muhammad  . Siapakah musuh kita yang sesungguhnya?  Banyak dari kita saat ini saling membenci, mengumpat, melontarkan ujaran kebencian, menyindir, mencibir, bahkan mungkin dengan kata2 yang tidak pantas diucapkan oleh orang yang mengaku beragama, mencelakai, menyakiti, meneror, dsb. Agama berisi syariat yang sesuai dengan jiwa manusia dan mengantarkannya menuju kesempurnaan. . Faktanya, orang2 yang mengaku beragama justru bertolak belakang dari hakikat agama itu sendiri. Darimanakah ini semua berasal? Sesungguhnya apa dan siapa yang kita benci? Kita sebut kelompok lain adalah musuh kita. Marilah kita berpikir kembali benarkah ia musuh kita?  . Apakah ia Syimran (pembunuh Imam Hussein) ataukah ia Yazid (tuannya Syimran) atau justru ia adalah pengikut Imam Hussein. Syimran dengan jelas mengata

Rumah Imam Khomeini

Tempat Imam menyampaikan kajian Kitab-kitab karya Imam Ruangan  Pintu dalam rumah Imam Pintu depan rumah Imam Di rumah ini pertama kalinya Imam Khomeini menyuarakan perlawanannya terhadap rezim. Di rumah ini pula Imam dikepung oleh tentara rezim. Ketika para tentara itu mengepung rumah Imam, Imam mengatakan pada keluarganya, "Kalian tidak ada urusannya dengan mereka, tetaplah disini dan biarkan aku yang menghadapi mereka sendiri." Kemudian Imam keluar rumah, seketika para tentara itu gemetar karena aura sufi sang Imam, betapa mulianya Imam Khomeini hingga para tentara yang baru melih atnya saja sudah gemetar. Para tentara dengan tubuh yang masih bergetar itu akhirnya membawa Imam menuju Tehran untuk diasingkan dan sepanjang perjalanan itu pula para tentara gemetar merasakan aura Sang Sufi itu. Imam kemudian diasingkan ke Irak, Turki, dan Perancis. Rumah Imam Khomeini itu kemudian dijadikan basis perlawanan terhadap rezim hingga akhirnya r