Langsung ke konten utama

Puasa untuk apa dan siapa?

Seringkali kita dibuat bingung dengan pertanyaan puasa untuk apa sih? Mungkin kita bisa menjawabnya, untuk mencari ridha Allah, karena puasa itu wajib, dll. Namun bagaimana dengan pertanyaan jadi cuma gara-gara wajib?
Puasa merupakan hal yang sangat luar biasa bagi kesehatan tubuh kita. Secara medis memang puasa sangat dianjurkan untuk mengatur metabolisme tubuh agar lebih baik dan teratur. 
Bukan hanya itu, puasa adalah salah satu cara untuk mengurangi hawa nafsu kita, paling tidak ketika puasa kita sering berpikir dahulu sebelum kita melakukannya karena kita sedang puasa.
Uraian diatas memang merupakan manfaat puasa, dan sekarang untuk apa dan siapa sebenarnya puasa? Ketika kita mengatakan itu wajib, apakah penting bagi Tuhan jika kita puasa?
Pada hakikatnya puasa itu untuk diri kita sendiri, dan merupakan kebutuhan kita.
Dalam buku Husein Mazhariri yang berjudul Mengendalikan Naluri dikatakan bahwa manusia terdiri dari dua dimensi, yaitu dimensi hewani dan dimensi malakuti. Dimensi hewani adalah jasad kita yang terlihat, sedangkan dimensi malakuti adalah ruh kita. Dimensi hewani, sebagaimana namanya mempunyai sifat-sifat hewani, yaitu nafsu dan naluri. Nafsu dan naluri ini akan mendorong kita untuk memuaskan jasad kita, dalam hal ini berarti makan. Tak ada yang bisa mencegah nafsu dan naluri ini kecuali dimensi yang lain dari diri kita yaitu dimensi malakuti. Dimensi malakuti, sama halnya dengan dimensi hewani berdasarkan namanya dimensi malakuti mempunyai sifat yang mulia dan mengendepankan nurani. Dimensi ini, seperti halnya malaikat, tidak mempunyai nafsu dan naluri sehingga dimensi ini atau ruh kita tidak menyukai nafsu dan naluri yang hanya memuaskan dimensi hewani saja. Ketika dimensi hewani terpuaskan maka dimensi malakuti akan tersakiti, begitu juga sebaliknya, maka dari itu kita perlu memberi makan ruh kita juga, kita harus memperlakukan dua dimensi ini dengan adil. Lalu bagaimana cara memberi makan ruh kita?
Tentunya sesuai dengan judul salah satu cara memberi makan ruh adalah dengan berpuasa, menahan hawa nafsu yang berasal dari dimensi hewani. Dengan begitu dimensi malakuti kita tidak tersakiti dan akan menjadi sehat juga. Sama halnya dengan dimensi hewani atau jasad ketika diberi makan maka jasad kita akan tumbuh dan mendapat energi untuk beraktivitas dan melakukan kegiatan-kegiatan, dimensi malakuti juga akan tumbuh dengan cara terus mengevaluasi diri dan menjadi ruh yang baik, sehingga jika terus-menerus diberi makan, dimensi ini dapat menambah kekuatan nurani untuk mengendalikan nafsu dan naluri kita, sehingga kita akan berbuat seperti halnya malaikat, selalu menjalankan perintahNya.
Jadi, itulah kenapa kita harus berpuasa, agar kita adil dalam memberi gizi pada dua dimensi dalam diri kita dan agar kita akan tumbuh menjadi manusia yang lebih baik untuk menuju insan kamil yang pantas menjadi  khalifahNya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Malas, sudut pandang Kimia

Memang malas bisa dipelajari dari kimia? Jawabannya Ya. Tentu bisa.  Kenapa bisa begitu?  Karena manusia sendiri adalah makhluk kimia. Coba kita bedah badan kita, dari yang paling umum deh. Kita hidup butuh bernafas, nah yang kita hirup itu oksigen (O2). Senyawa kimia kan? kemudian ketika oksigen masuk ke dalam tubuh siapa yang mengikat oksigen? Darah. Iya darah. Darah itu apa sih? Kok bisa mengikat oksigen? Tentu saja darah itu senyawa kimia Struktur darah merah (sumber:sigmaaldrich.com) Nah itu baru darah. Belum yang lainnya, misal di dalam tubuh kita ada enzim.  Kalau buka kamus enzim itu biokatalisator. Katalis sendiri adalah senyawa yang berfungsi untuk mempercepat suatu reaksi, atau isitilah kerennya menurunkan energi aktivasi.  Gak perlu dijelaskan apa itu energi aktivasi karena ini bukan kuliah tentang reaksi kimia ya. Nah terus enzim itu sebenarnya apa sih kok bisa mempercepat reaksi. Enzim itu suatu protein. Protein itu setau kita kan nutrisi tub

Kenali Musuhmu

Haram Sayyidah Fathimah Al Maksumah Zhareeh Imam Khomeini Benarkah kita Husseiniyyah? Refleksi Asyura Oleh:  Mahdiya AzZahra . Bismillahirrahmanirrahim Allahumma shalli ala Muhammad wa ali Muhammad  . Siapakah musuh kita yang sesungguhnya?  Banyak dari kita saat ini saling membenci, mengumpat, melontarkan ujaran kebencian, menyindir, mencibir, bahkan mungkin dengan kata2 yang tidak pantas diucapkan oleh orang yang mengaku beragama, mencelakai, menyakiti, meneror, dsb. Agama berisi syariat yang sesuai dengan jiwa manusia dan mengantarkannya menuju kesempurnaan. . Faktanya, orang2 yang mengaku beragama justru bertolak belakang dari hakikat agama itu sendiri. Darimanakah ini semua berasal? Sesungguhnya apa dan siapa yang kita benci? Kita sebut kelompok lain adalah musuh kita. Marilah kita berpikir kembali benarkah ia musuh kita?  . Apakah ia Syimran (pembunuh Imam Hussein) ataukah ia Yazid (tuannya Syimran) atau justru ia adalah pengikut Imam Hussein. Syimran dengan jelas mengata

Rumah Imam Khomeini

Tempat Imam menyampaikan kajian Kitab-kitab karya Imam Ruangan  Pintu dalam rumah Imam Pintu depan rumah Imam Di rumah ini pertama kalinya Imam Khomeini menyuarakan perlawanannya terhadap rezim. Di rumah ini pula Imam dikepung oleh tentara rezim. Ketika para tentara itu mengepung rumah Imam, Imam mengatakan pada keluarganya, "Kalian tidak ada urusannya dengan mereka, tetaplah disini dan biarkan aku yang menghadapi mereka sendiri." Kemudian Imam keluar rumah, seketika para tentara itu gemetar karena aura sufi sang Imam, betapa mulianya Imam Khomeini hingga para tentara yang baru melih atnya saja sudah gemetar. Para tentara dengan tubuh yang masih bergetar itu akhirnya membawa Imam menuju Tehran untuk diasingkan dan sepanjang perjalanan itu pula para tentara gemetar merasakan aura Sang Sufi itu. Imam kemudian diasingkan ke Irak, Turki, dan Perancis. Rumah Imam Khomeini itu kemudian dijadikan basis perlawanan terhadap rezim hingga akhirnya r